Hujan yang normal seharusnya adalah hujan yang tidak membawa zat
pencemar dan dengan pH 5,6. Air hujan memang sedikit asam karena H2O
yang ada pada air hujan bereaksi dengan CO2 di udara. Reaksi tersebut
menghasilkan asam lemah H2CO3 dan terlarut di air hujan. Apabila air
hujan tercemar dengan asam-asam kuat, mak pH-nya akan turun dibawah 5,6
maka akan terjadi hujan asam.
Hujan asam sebenarnya dapat mencegah
global warming, gas buang seperti SO2 penyebab hujan asam
mampu memantulkan sinar matahari keluar atmosfer bumi sehingga dapat
mencegah kenaikan temperatur bumi. Akan tetapi, efek samping dari hujan
asam menghasilkan kerusakan lingkungan yang lebih parah dibandingkan global
warming. Sebenarnya “hujan asam” merupakan istilah yang kurang
tepat untuk menggambarkan jatuhnya asam-asam dari atmosfer ke permukaan
bumi. Istilah yang lebih tepat seharusnya adalah deposisi asam, karena
pengendapan asam dari atmosfir ke permukaan bumi tidak hanya melalui air
hujan tetapi juga melalui kabut, embun, salju, aerosol bahkan
pengendapan langsung. Istilah deposisi asam lebih bermakna luas dari
hujan asam.
Sejarah
Fenomena hujan asam mulai dikenal
sejak akhir abad 17, hal ini diketahui dari buku karya Robert Boyle pada
tahun 1960 dengan judul “A General History of the Air“. Buku
tersebut menggambarkan fenomena hujan asam sebagai “nitrous or
salino-sulforus spiris“.
Selanjutnya revolusi industri di
Eropa yang dimulai sekitar awal abad ke 18 memaksa penggunaan bahan
bakar batubara dan minyak sebagai sember utama energi untuk mesin-mesin.
Sebagai akibatnya, tingkat emisi precursor (faktor penyebab)
dari hujan asam yakni gas-gas SO2, Nox dan HCl meningkat. Padahal
biasanya precussor ini hanya berasal dari gas-gas gunung berapi dan
kebakaran hutan.
Istilah hujan asam pertama kali digunakan oleh
Robert Angus Smith pada tahun 1872 pada saat menguraikan keadaan di
Menchester, sebuah daerah industri di Inggris bagian utara. Smith
menjelaskan fenomena hujan asam pada bukunya yang berjudul “Air and
Rain: The Beginnings of Chemical Technology“.
Masalah hujan
asam dalam skala yang cukup besar pertama terjadi pada tahun 1960-an
ketika sebuah danau di Skandinavia meningkat keasamannya hingga
mengakibatkan berkurangnya populasi ikan. Hal tersebut juga terjadi di
Amerika Utara, pada masa itu pula banyak hutan-hutan di bagian Eropa dan
Amerika yang rusak. Sejak saat itulah dimulai berbagai usaha
penaggulangannya, baik melalui bidang ilmu pengetahuan, teknis maupun
politik.
Pada tahun 1970 US mulai mengontrol emisi SO2 dan Nox
dengan peraturan pemerintah Clean Air Act. Peraturan ini
menentukan standar polutan dari kendaraan bermotor dan industri. Pada
tahun 1990 Congress menyetujui amandemen untuk lebih memperketat kontrol
emisi yang menyebabkan hujan asam. Amandemen tersebut tercatat mempu
mengurangi pengeluaran SO2 dari 23,5 juta ton menjadi sekitar 16 juta
ton. US juga merencanakan untuk mengurangi emisi Nox hingga 5 juta ton
pada tahun 2010.
Pembentukan Asam di Atmosfer
Deposisi asam terjadi apabila asam sulfat, asam
nitrat, atau asam klorida yang ada do atmosfer baik sebagai gas maupun
cair terdeposisikan ke tanah, sungai, danau, hutan, lahan pertanian,
atau bangunan melalui tetes hujan, kabut, embun, salju, atau
butiran-butiran cairan (aerosol), ataupun jatuh bersama angin.
Asam-asam
tersebut berasal dari prekursor hujan asam dari kegiatan manusia (anthropogenic)
seperti emisi pembakaran batubara dan minyak bumi, serta emisi dari
kendaraan bermotor. Kegiatan alam seperti letusan gunung berapi juga
dapat menjadi salah satu penyebab deposisi asam. Reaksi pembentukan asam
di atmosfer dari prekursor hujan asamnya melalui reaksi katalitis dan
photokimia. Reaksi-reaksi yang terjadi cukup banyak dan kompleks, namun
dapat dituliskan secara sederhana seperti dibawah ini.
Pembentukan Asam Sulfat (H2SO4)
Gas SO2, bersama dengan radikal hidroksil
dan oksigen melalui reaksi photokatalitik di atmosfer, akan membentuk
asamnya.
SO2 + OH -> HSO3
HSO3 + O2 -> HO2 + SO3
SO3 + H2O -> H2SO4
HSO3 + O2 -> HO2 + SO3
SO3 + H2O -> H2SO4
Selanjutnya apabila
diudara terdapat Nitrogen monoksida (NO) maka radikan hidroperoksil
(HO2) yang terjadi pada salah satu reaksi diatas akan bereaksi kembali
seperti:
NO + HO2 -> NO2 + OH
Pada
reaksi ini radikal hidroksil akan terbentuk kembali, jadi selama ada NO
diudara, maka reaksi radikal hidroksil akan terbantuk kembali, jadi
semakin banyak SO2, maka akan semakin banyak pula asam sulfat yang
terbentuk.
Pembentukan Asam Nitrat (HNO3)
Pada siang hari,
terjadi reaksi photokatalitik antara gas Nitrogen dioksida denan
radikal hidroksil.
NO2 + OH -> HNO3
Sedangkan
pada malam hari terjadi reaksi antara Nitrogen dioksida dengan ozon
NO2 + O3 -> NO3 + O2
NO2 + NO3 -> N2O5
N2O5 + H2O -> HNO3
NO2 + NO3 -> N2O5
N2O5 + H2O -> HNO3
Didaerah peternakan dan pertanian
akan concong menghasilkan asam pada tanahnya mengingat kotoran hewan
banyak mengandung NH3 dan tanah pertanian mengandung urea. Amoniak di
tanah semula akan menetralkan asam, namun garam-garam ammonia yang
terbentuk akan teroksidasi menjadi asam nitrat dan asam sulfat. Disisi
lain amoniak yang menguap ke udara dengan uap air akan membentuk ammonia
hingga memungkinkan penetralan asam yang ada di udara.
Pembentukan Asam Chlorida (HCl)
Asam klorida biasanya terbentuk di lapisan
stratosfer, dimana reaksinya melibatkan Chloroflorocarbon (CFC) dan
radikal oksigen O*
CFC + hv(UV) ->
Cl* + produk
CFC + O* -> ClO + produk
O* + ClO -> Cl* + O2
Cl + CH4 -> HCl + CH3
CFC + O* -> ClO + produk
O* + ClO -> Cl* + O2
Cl + CH4 -> HCl + CH3
Reaksi diatas merupaka bagian dari
rangkaian reaksi yang menyebabkan deplesi lapisan ozon di stratosfer.
Perbandingan ketiga asam tersebut dalam hujan asam biasanya berkisar
antara 62 persen oleh Asam Sulfat, 32 persen Asam Nitrat dan 6 persen
Asam Chlorida.
Pulau Jawa memiliki tingkat emisi penyebab hujan
asam tertinggi di Indonesia, terutama disebabkan oleh sebagian besar
kegiatan perekonomian yang terpusat di pulau ini. Pada tahun 1989,
tingkat precursor SOx di Indonesia mencapat 157.000 ton per tahun,
sedangkan NOx mencapai 175.000 ton per tahun. Kota Surabaya pada tahun
2000 tercatat mengemisikan 0,26 ton SO2 dan 66,4 ton NOx ke udara dari
berbagai sumber pencemar.