KATA PENGANTAR
Segala puji
syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan dalam penulisan makalah mengenai Struktur pemerintahan
Indonesia berdasarkan UUD 1945 (Amandemen) ini.
Berikut ini
penulis mempersembahkan sebuah makalah dengan judul “Struktur pemerintahan Indonesia
berdasarkan UUD 1945 (Amandemen)”, yang menurut kami dapat memberikan manfaat
yang besar bagi kita untuk mempelajari tentang program ini.
Melalui kata
pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon maaf bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan
ada tulisan yang kami buat kurang tepat atau menyinggung perasaan pembaca.
Dengan ini
kami mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan semoga Allah
SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat.
Makassar, 23 Oktober 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................................... 1
KATA PENGANTAR ......................................................................................................... 2
DAFTAR ISI ......................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................
4
A. Latar Belakang .................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah...............................................................................................
4
C. Tujuan ................................................................................................................. 4
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................... 5
I. Sistem Pemerintahan ................................................................................................ 5
A. Pengertian Sistem Pemerintahan ....................................................................... 5
B. Sistem Pemerintahan RI ...................................................................................... 5
II. Struktur Pemerintahan RI UUD 1945 Amandemen ............................................. 7
A. Majelis Permusyawaratan Rakyat ..................................................................... 7
B. Presiden & Wapres .............................................................................................. 8
C. Dewan Perwakilan Rakyat ................................................................................ 9
D. Dewan Perwakilan Daerah ............................................................................... 14
E. Mahkamah Agung .............................................................................................. 15
F. Mahkamah Konstitusi ......................................................................................... 16
G. Badan Pemeriksa Keuangan .............................................................................. 17
F. Komisi Yudisial .................................................................................................... 19
BAB III PENUTUP .............................................................................................................. 21
A. Simpulan ............................................................................................................. 21
B. Saran .................................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 22
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Pembukaan UUD
1945 Alinea IV menyatakan bahwa kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu disusun
dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu
susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat. Berdasarkan Pasal
1 Ayat 1 UUD 1945, Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk
republik. Berdasarkan hal itu dapat disimpulkan bahwa bentuk negara Indonesia
adalah kesatuan, sedangkan bentuk pemerintahannya adalah republik.
Selain bentuk
negara kesatuan dan bentuk pemerintahan republik, Presiden Republik Indonesia
memegang kekuasaan sebagai kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan. Hal
itu didasarkan pada Pasal 4 Ayat 1 yang berbunyi, “Presiden Republik
Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undanag-Undang Dasar.”
Dengan demikian, sistem pemerintahan di Indonesia menganut sistem pemerintahan
presidensial.
B. Rumusan
Masalah
1.
Apa sistem
pemerintahan Indonesia ?
2. Bagaimana
struktur pemerintahan Indonesia ?
3. Apa
tugas, fungsi dan wewenang lembaga
tinggi negara ?
C. Tujuan
1.
Untuk mengetahui
sistem pemerintahan Indonesia.
2.
Untuk mengetahui
struktur pemerintahan Indonesia.
3.
Untuk mengetahui
tugas, fungsi dan wewenang lembaga
negara.
BAB II
PEMBAHASAN
I.
SISTEM PEMERINTAHAN
REPUBLIK INDONESIA
A.
PENGERTIAN SISTEM PEMERINTAHAN
Istilah sistem
pemerintahan berasal dari gabungan dua kata system dan pemerintahan. Kata
system merupakan terjemahan dari kata system (bahasa Inggris) yang
berarti susunan, tatanan, jaringan, atau cara. Sedangkan Pemerintahan berasal
dari kata pemerintah, dan yang berasal dari kata perintah. Dan dalam Kamus
Bahasa Indonesia, kata-kata itu berarti:
a.
Perintah adalah
perkataan yang bermakna menyuruh melakukan sesuatau,
b.
Pemerintah adalah
kekuasaan yang memerintah suatu wilayah, daerah, atau Negara,
c.
Pemerintahan adalah
perbuatan, cara, hal, urusan dalam memerintah.
Maka dalam
arti yang luas, pemerintahan adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh
badan-badan legislative, eksekutif, dan yudikatif di suatu Negara dalam rangka
mencapai tujuan penyelenggaraan negara. Dalam arti yang sempit, pemerintahan
adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh badan eksekutif beserta
jajarannya dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan negara. Sistem
pemerintahan diartikan sebagai suatu tatanan utuh yang terdiri atas berbagai
komponen pemerintahan yang bekerja saling bergantungan dan memengaruhi dalam
mencapai tujuan dan fungsi pemerintahan.
B.
SISTEM PEMERINTAHAN REPUBLIK
INDONESIA
Sekarang ini
sistem pemerintahan di Indonesia masih dalam masa transisi. Sebelum
diberlakukannya sistem pemerintahan baru berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen
keempat tahun 2002, sistem pemerintahan Indonesia masih mendasarkan pada UUD
1945 dengan beberapa perubahan seiring dengan adanya transisi menuju sistem
pemerintahan yang baru. Sistem pemerintahan baru diharapkan berjalan mulai
tahun 2004 setelah dilakukannya Pemilu 2004.
Pokok-pokok sistem pemerintahan
Indonesia adalah sebagai berikut.
1.
Bentuk negara
kesatuan dengan prinsip otonomi daerah yang luas. Wilayah negara terbagi dalam
beberapa provinsi.
2.
Bentuk pemerintahan
adalah republik, sedangkan sistem pemerintahan presidensial.
3.
Presiden adalah
kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan. Presiden dan wakil presiden
dipilih dan diangkat oleh MPR untuk masa jabatan lima tahun. Untuk masa jabatan
2004-2009, presiden dan wakil presiden akan dipilih secara langsung oleh rakyat
dalam satu paket.
4.
Kabinet atau menteri
diangkat oleh presiden dan bertanggung jawab kepada presiden.
5.
Parlemen terdiri atas
dua bagian (bikameral), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan
Perwakilan Daerah (DPD). Para anggota dewan merupakan anggota MPR. DPR memiliki
kekuasaan legislatif dan kekuasaan mengawasi jalannya pemerintahan.
6.
Kekuasaan yudikatif
dijalankan oleh Makamah Agung dan badan peradilan dibawahnya.
Sistem pemerintahan
Indonesia menurut UUD 1945 menganut sistem pemerintahan presidensial. Sistem
pemerintahan ini dijalankan semasa Orde Baru dibawah kepemimpinan Presiden
Suharto. Ciri dari sistem pemerintahan presidensial ini adalah adanya kekuasaan
yang amat besar pada lembaga kepresidenan.Pada saat sistem pemerintahan ini,
kekuasaan presiden berdasar UUD 1945 adalah sebagai berikut :
1.
Pemegang kekuasaan
legislative.
2.
Pemegang kekuasaan
sebagai kepala pemerintahan.
3.
Pemegang kekuasaan
sebagai kepala Negara.
4.
Panglima tertinggi
dalam kemiliteran.
5.
Berhak mengangkat
& melantik para anggota MPR dari utusan daerah atau golongan.
6.
Berhak mengangkat para
menteri dan pejabat Negara.
7.
Berhak menyatakan
perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan Negara lain.
8.
Berhak mengangkat
duta dan menerima duta dari Negara lain.
9.
Berhak memberi
gelaran, tanda jasa, dan lain – lain tanda kehormatan.
10. Berhak
memberi grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi
Dampak negatif yang
terjadi dari sistem pemerintahan yang bersifat presidensial ini adalah sebagai
berikut :
1.
Terjadi pemusatan
kekuasaan Negara pada satu lembaga, yaitu presiden.
2.
Peran pengawasan
& perwakilan DPR semakin lemah.
3.
Pejabat – pejabat
Negara yang diangkat cenderung dimanfaat untuk loyal dan mendukung kelangsungan
kekuasaan presiden.
4.
Kebijakan yang dibuat
cenderung menguntungkan orang – orang yang dekat presiden.
5.
Menciptakan perilaku
KKN.
6.
Terjadi personifikasi
bahwa presiden dianggap Negara.
7.
Rakyat dibuat makin
tidak berdaya, dan tunduk pada presiden.
Dampak positif yang
terjadi dari sistem pemerintahan yang bersifat presidensial ini adalah sebagai
berikut :
1.
Presiden dapat
mengendalikan seluruh penyelenggaraan pemerintahan.
2.
Presiden mampu
menciptakan pemerintahan yang kompak dan solid.
3.
Sistem pemerintahan
lebih stabil, tidak mudah jatuh atau berganti.
4.
Konflik dan
pertentangan antar pejabat Negara dapat dihindari.
II.
STRUKTUR PEMERINTAHAN
INDONESIA MENURUT UUD
1945 AMANDEMEN
A. MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
(MPR)
Jumlah
anggota MPR periode 2009–2014 adalah 692 orang, terdiri atas 560 Anggota DPR
dan 132 anggota DPD. Masa jabatan anggota MPR adalah 5 tahun, dan berakhir
bersamaan pada saat anggota MPR yang baru mengucapkan sumpah/janji.
Tugas
dan wewenang MPR antara lain:
- Mengubah dan menetapkan
(Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945), (Undang-Undang Dasar)
- Melantik Presiden dan Wakil
Presiden berdasarkan hasil pemilihan umum.
- Memutuskan usul DPR berdasarkan
putusan (Mahkamah Konstitusi) untuk memberhentikan Presiden/Wakil Presiden
dalam masa jabatannya.
- Melantik Wakil Presiden menjadi
Presiden apabila Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak
dapat melaksanakan kewajibannya dalam masa jabatannya.
- Memilih Wakil Presiden dari 2
calon yang diajukan Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil
Presiden dalam masa jabatannya.
- Memilih Presiden dan Wakil
Presiden apabila keduanya berhenti secara bersamaan dalam masa jabatannya.
Anggota
MPR memiliki hak mengajukan usul perubahan pasal-pasal UUD, menentukan sikap
dan pilihan dalam pengambilan putusan, hak imunitas, dan hak protokoler.
Setelah Sidang MPR 2003, Presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh
rakyat tidak lagi oleh MPR. MPR bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di
ibukota negara.
Sidang MPR sah
apabila dihadiri:
1)
sekurang-kurangnya
3/4 dari jumlah Anggota MPR untuk memutus usul DPR untuk memberhentikan
Presiden/Wakil Presiden,
2)
sekurang-kurangnya
2/3 dari jumlah Anggota MPR untuk mengubah dan menetapkan UUD,
3)
sekurang-kurangnya
50%+1 dari jumlah Anggota MPR sidang-sidang lainnya.
Putusan MPR sah
apabila disetujui:
1)
sekurang-kurangnya
2/3 dari jumlah Anggota MPR yang hadir untuk memutus usul DPR untuk
memberhentikan Presiden/Wakil Presiden,
2)
sekurang-kurangnya
50%+1 dari seluruh jumlah Anggota MPR untuk memutus perkara lainnya.
Sebelum
mengambil putusan dengan suara yang terbanyak, terlebih dahulu diupayakan
pengambilan putusan dengan musyawarah untuk mencapai mufakat.
Alat kelengkapan MPR
terdiri atas:
a.
Pimpinan
Pimpinan
MPR terdiri atas seorang ketua dan 4 orang wakil ketua yang dipilih dari dan
oleh Anggota MPR dalam Sidang Paripurna MPR.
Pimpinan MPR periode 2009–2014 adalah:
- Ketua: Taufiq Kiemas (F-PDIP)
- Wakil Ketua: Hajriyanto Y. Thohari (F-PG)
- Wakil Ketua: Melani Leimena Suharli (F-PD)
- Wakil Ketua: Lukman Hakim Saifudin (F-PPP)
- Wakil Ketua: Ahmad Farhan Hamid (Kelompok DPD)
b.
Panitia
Ad Hoc
Panitia ad hoc MPR terdiri atas pimpinan MPR dan
paling sedikit 5% (lima persen) dari jumlah anggota dan paling banyak 10%
(sepuluh persen) dari jumlah anggota yang susunannya mencerminkan unsur DPR dan
unsur DPD secara proporsional dari setiap fraksi dan Kelompok Anggota MPR.
B.
PRESIDEN DAN
WAKIL PRESIDEN
A. Presiden
Wewenang,
kewajiban, dan hak Presiden antara lain:
- Memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD
- Memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara
- Mengajukan Rancangan Undang-Undang
kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Presiden melakukan pembahasan dan
pemberian persetujuan atas RUU bersama DPR serta mengesahkan RUU menjadi
UU.
- Menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (dalam kegentingan yang memaksa)
- Menetapkan Peraturan Pemerintah
- Mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri
- Menyatakan perang, membuat perdamaian dan
perjanjian dengan negara lain dengan persetujuan DPR
- Membuat perjanjian internasional lainnya
dengan persetujuan DPR
- Menyatakan keadaan bahaya.
10. Mengangkat duta dan konsul. Dalam mengangkat duta, Presiden
memperhatikan pertimbangan DPR
- Menerima penempatan duta negara lain dengan
memperhatikan pertimbangan DPR.
- Memberi grasi, rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung
- Memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR
- Memberi gelar, tanda jasa, dan tanda
kehormatan lainnya yang diatur dengan UU
- Meresmikan anggota Badan Pemeriksa Keuangan yang dipilih oleh DPR dengan memperhatikan
pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah
- Menetapkan hakim agung dari calon yang
diusulkan oleh Komisi Yudisial dan disetujui DPR
- Menetapkan hakim konstitusi dari calon yang
diusulkan Presiden, DPR, dan Mahkamah Agung
- Mengangkat dan memberhentikan anggota Komisi
Yudisial dengan persetujuan DPR.
B.
Wakil
Presiden
Wakil Presiden Indonesia (nama jabatan resmi: Wakil
Presiden Republik Indonesia) adalah pembantu kepala
negara
sekaligus kepala pemerintahan Indonesia yang bersifat luar seorang presiden sebagai kepala negara.
Sebagai pembantu kepala pemerintahan, Wakil Presiden adalah pembantu presiden
yang kualitas bantuannya di atas bantuan yang diberikan oleh Menteri, memegang kekuasaan eksekutif untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintah sehari-hari yang didelegasikan kepadanya. Wakil Presiden menjabat
selama 5 tahun, dan biasa dan istimewa. Sebagai pembantu kepala negara, Wakil
Presiden adalah simbol resmi negara Indonesia di dunia yang
kualitas tindakannya sama dengan kualitas tindakan sesudahnya dapat dipilih
kembali dalam jabatan yang sama untuk satu kali masa jabatan.
C. DEWAN PERWAKILAN DAERAH
(DPR)
Dewan
Perwakilan Rakyat adalah lembaga
tinggi negara dalam
sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan lembaga perwakilan rakyat dan memegang kekuasaan
membentuk Undang-Undang. DPR memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. DPR
terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum, yang dipilih
berdasarkan hasil Pemilihan Umum. Anggota DPR periode 2009–2014 berjumlah 560
orang. Masa jabatan anggota DPR adalah 5 tahun, dan berakhir bersamaan pada
saat anggota DPR yang baru mengucapkan sumpah/janji.
A.
Tugas dan
Wewenang DPR
- Membentuk Undang-Undang yang dibahas dengan Presiden untuk mendapat persetujuan
bersama
- Membahas dan memberikan
persetujuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
- Menerima dan membahas usulan RUU
yang diajukan DPD yang berkaitan dengan bidang tertentu dan
mengikutsertakannya dalam pembahasan
- Menetapkan APBN bersama Presiden
dengan memperhatikan pertimbangan DPD
- Melaksanakan pengawasan terhadap
pelaksanaan UU, APBN, serta kebijakan pemerintah
- Memilih anggota Badan Pemeriksa Keuangan dengan memperhatikan
pertimbangan DPD
- Membahas dan menindaklanjuti
hasil pemeriksaan atas pertanggungjawaban keuangan negara yang disampaikan
oleh Badan Pemeriksa Keuangan;
- Memberikan persetujuan kepada
Presiden atas pengangkatan dan pemberhentian anggota Komisi Yudisial
- Memberikan persetujuan calon
hakim agung yang diusulkan Komisi Yudisial untuk ditetapkan sebagai hakim
agung oleh Presiden
- Memilih tiga orang calon anggota
hakim konstitusi dan mengajukannya kepada Presiden untuk ditetapkan;
- Memberikan pertimbangan kepada
Presiden untuk mengangkat duta, menerima penempatan duta negara lain, dan
memberikan pertimbangan dalam pemberian amnesti dan abolisi
- Memberikan persetujuan kepada
Presiden untuk menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian
dengan negara lain
- Menyerap, menghimpun, menampung
dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat
- Memperhatikan pertimbangan DPD
atas rancangan undang-undang APBN dan rancangan undang-undang yang
berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama;
- Membahas dan menindaklanjuti
hasil pengawasan yang diajukan oleh DPD terhadap pelaksanaan undang-undang
mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah,
hubungan pusat dan daerah, sumber daya alam dan sumber daya ekonomi
lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama.
B.
Alat
kelengkapan DPR
1.
Pimpinan
Kedudukan
Pimpinan dalam DPR dapat dikatakan sebagai Juru Bicara Parlemen. Fungsi
pokoknya secara umum adalah mewakili DPR secara simbolis dalam berhubungan
dengan lembaga eksekutif, lembaga-lembaga tinggi negara lain, dan
lembaga-lembaga internasional, serta memimpin jalannya administratif
kelembagaan secara umum, termasuk memimpin rapat-rapat paripurna dan menetapkan
sanksi atau rehabilitasi. Pimpinan DPR bersifat kolektif kolegial, terdiri dari
seorang ketua dan 4 orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh Anggota DPR
dalam Sidang Paripurna DPR.
2.
Komisi
Komisi
adalah unit kerja utama di dalam DPR. Hampir seluruh aktivitas yang berkaitan
dengan fungsi-fungsi DPR, substansinya dikerjakan di dalam komisi. Setiap
anggota DPR (kecuali pimpinan) harus menjadi anggota salah satu komisi. Pada
umumnya, pengisian keanggotan komisi terkait erat dengan latar belakang keilmuan
atau penguasaan anggota terhadap masalah dan substansi pokok yang digeluti oleh
komisi.
Pada
periode 2009-2014, DPR mempunyai 11 komisi dengan ruang lingkup tugas dan
pasangan kerja masing-masing:
1.
Komisi I,
membidangi pertahanan, luar negeri, dan informasi.
2.
Komisi
II, membidangi pemerintahan dalam negeri, otonomi daerah, aparatur negara, dan
agraria.
3.
Komisi
III, membidangi hukum dan perundang-undangan, hak asasi manusia, dan keamanan.
4.
Komisi
IV, membidangi pertanian, perkebunan, kehutanan, kelautan, perikanan, dan
pangan.
5.
Komisi V,
membidangi perhubungan, telekomunikasi, pekerjaan umum, perumahan rakyat,
pembangunan pedesaan dan kawasan tertinggal.
6.
Komisi
VI, membidangi perdagangan, perindustrian, investasi, koperasi, usaha kecil dan
menengah), dan badan usaha milik negara.
7.
Komisi
VII, membidangi energi, sumber daya mineral, riset dan teknologi, dan
lingkungan.
8.
Komisi
VIII, membidangi agama, sosial dan pemberdayaan perempuan.
9.
Komisi
IX, membidangi kependudukan, kesehatan, tenaga kerja dan transmigrasi.
10. Komisi X, membidangi pendidikan, pemuda, olahraga, pariwisata,
kesenian, dan kebudayaan.
11. Komisi XI, membidangi keuangan, perencanaan pembangunan nasional,
perbankan, dan lembaga keuangan bukan bank.
3.
Badan Musyawarah
Bamus
merupakan miniatur DPR. Sebagian besar keputusan penting DPR digodok terlebih
dahulu di Bamus, sebelum dibahas dalam Rapat Paripurna sebagai forum tertinggi
di DPR yang dapat mengubah putusan Bamus. Bamus antara lain memiliki tugas
menetapkan acara DPR, termasuk mengenai perkiraan waktu penyelesaian suatu
masalah, serta jangka waktu penyelesaian dan prioritas RUU).
4.
Badan Anggaran
Anggaran
DPR dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap
yang memiliki tugas pokok melakukan pembahasan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara. Susunan
keanggotaan Badan Anggaran ditetapkan pada permulaan masa keanggotaan DPR.
Susunan keanggotaan Badan Anggaran terdiri atas anggota-anggota seluruh unsur
Komisi dengan memperhatikan perimbangan jumlah anggota Fraksi.
5.
Badan Kehormatan
Badan Kehormatan (BK)
DPR merupakan alat kelengkapan paling muda saat ini di DPR. BK merupakan salah
satu alat kelengkapan yang bersifat sementara. Pembentukan DK di DPR merupakan
respon atas sorotan publik terhadap kinerja sebagian anggota dewan yang buruk,
misalnya dalam hal rendahnya tingkat kehadiran dan konflik kepentingan.
DPR
melakukan penelitian dan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran yang dilakukan
oleh Anggota DPR, dan pada akhirnya memberikan laporan akhir berupa rekomendasi
kepada Pimpinan DPR sebagai bahan pertimbangan untuk menjatuhkan sanksi atau
merehabilitasi nama baik Anggota. Rapat-rapat Dewan Kehormatan bersifat tertutup.
Tugas Dewan Kehormatan dianggap selesai setelah menyampaikan rekomendasi kepada
Pimpinan DPR.
6.
Badan Legislasi
Badan
Legislasi (Baleg) merupakan alat kelengkapan DPR yang lahir pasca Perubahan Pertama UUD 1945, dan dibentuk pada tahun 2000. Tugas pokok Baleg antara lain: merencanakan dan menyusun program
serta urutan prioritas pembahasan RUU untuk satu masa keanggotaan DPR dan
setiap tahun anggaran. Baleg juga melakukan evaluasi dan penyempurnaan tata
tertib DPR dan kode etik anggota DPR.
Badan
Legislasi dibentuk DPR dalam Rapat paripurna, dan susunan keanggotaannya
ditetapkan pada permulaan masa keanggotaan DPR berdasarkan perimbangan jumlah
anggota tiap-tiap Fraksi. Keanggotaan Badan Legislasi tidak dapat dirangkap
dengan keanggotaan Pimpinan Komisi, keanggotaan Badan Urusan Rumah Tangga
(BURT), dan keanggotaan Badan Kerjasama Antar Parlemen (BKSAP).
7.
Badan Urusan Rumah Tangga
Badan
Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR bertugas menentukan kebijakan kerumahtanggaan
DPR. Salah satu tugasnya yang berkaitan bidang keuangan/administratif anggota
dewan adalah membantu pimpinan DPR dalam menentukan kebijakan kerumahtanggaan
DPR, termasuk kesejahteraan Anggota dan Pegawai Sekretariat Jenderal DPR
berdasarkan hasil rapat Badan Musyawarah.
8.
Badan Kerja Sama Antar-Parlemen
Badan
Kerja Sama Antar-Parlemen, yang selanjutnya disingkat BKSAP, dibentuk oleh DPR
dan merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. DPR menetapkan susunan
dan keanggotaan BKSAP pada permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun
sidang. Jumlah anggota BKSAP ditetapkan dalam rapat paripurna menurut
perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi pada permulaan masa
keanggotaan DPR dan pada permulaan tahun sidang. Pimpinan BKSAP merupakan satu
kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial, yang terdiri atas 1
(satu) orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua, yang dipilih
dari dan oleh anggota BKSAP berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dan
proporsional dengan memperhatikan keterwakilan perempuan menurut perimbangan
jumlah anggota tiap-tiap fraksi.
9.
Panitia Khusus
Jika
dipandang perlu, DPR (atau alat kelengkapan DPR) dapat membentuk panitia yang
bersifat sementara yang disebut Panitia Khusus (Pansus). Komposisi keanggotaan
Pansus ditetapkan oleh rapat paripurna berdasarkan perimbangan jumlah anggota
tiap-tiap fraksi. Pansus bertugas melaksanakan tugas tertentu yang ditetapkan
oleh rapat paripurna, dan dibubarkan setelah jangka waktu penugasannya berakhir
atau karena tugasnya dinyatakan selesai. Pansus mempertanggungjawabkan
kinerjanya untuk selanjutnya dibahas dalam rapat paripurna.
DPR
dalam permulaan masa keanggotaan dan permulaan tahun sidang DPR membuat susunan
dan keanggotaan Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) yang beranggotakan
paling sedikit tujuh orang dan paling banyak sembilan orang atas usul dari
fraksi-fraksi DPR yang selanjutnya akan ditetapkan dalam rapat paripurna dengan
tugas untuk penelaahan setiap temuan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksaan
Keuangan (BPK)
C.
Fungsi dan
Hak DPR
Fungsi DPR antara lain sebagai berikut :
1.
Fungsi
legislasi berkaitan dengan wewenang DPR dalam pembentukan undang-undang.
- Fungsi anggaran, berwenang menyusun dan menetapkan RAPBN
bersama presiden.
- Fungsi pengawasan, melakukan pengawasan terhadap pemerintah.
DPR
diberikan hak-hak yang diatur dalam pasal-pasal UUD 1945, antara lain:
- Hak interpelasi, hak DPR untuk meminta keterangan pada
presiden.
- Hak angket, hak DPR untuk mengadakan penyelidikan atas suatu
kebijakan Presiden/ Pemerintah.
- Hak menyampaikan pendapat.
- Hak mengajukan pertanyaan.
- Hak Imunitas, hak DPR untuk tidak dituntut dalam pengadilan.
- Hak mengajukan usul RUU
D.
DEWAN PERWAKILAN
DAERAH (DPD)
Dewan Perwakilan Daerah (disingkat DPD), sebelum 2004 disebut Utusan
Daerah, adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang
anggotanya merupakan perwakilan dari setiap provinsi yang dipilih melalui Pemilihan Umum. Anggota DPD dari
setiap provinsi adalah 4 orang. Dengan demikian jumlah anggota DPD saat ini
adalah 132 orang. Masa jabatan anggota DPD adalah 5 tahun, dan berakhir
bersamaan pada saat anggota DPD yang baru mengucapkan sumpah/janji.
Anggota DPD tidak
dapat dituntut di hadapan pengadilan karena pernyataan, pertanyaan/pendapat
yang dikemukakan secara lisan ataupun tertulis dalam rapat-rapat DPD, sepanjang
tidak bertentangan dengan Peraturan Tata Tertib dan kode etik masing-masing
lembaga. Ketentuan tersebut tidak berlaku jika anggota yang bersangkutan
mengumumkan materi yang telah disepakati dalam rapat tertutup untuk
dirahasiakan atau hal-hal mengenai pengumuman rahasia negara.
A.
FUNGSI TUGAS
DAN WEWENANG
Sesuai dengan konstitusi, format representasi DPD-RI dibagi
menjadi fungsi legislasi, pertimbangan dan pengawasan pada bidang-bidang
terkait sebagaimana berikut ini.
a. Fungsi Legislasi
Tugas dan wewenang:
- Dapat
mengajukan rancangan undang-undang (RUU) kepada DPR
- Ikut
membahas RUU
b. Fungsi Pertimbangan
- Memberikan
pertimbangan kepada DPR
c. Fungsi Pengawasan
Tugas dan wewenang:
- Dapat
melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang dan menyampaikan hasil
pengawasannya kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.
- Menerima
hasil pemeriksaan keuangan negara yang dilakukan BPK
B. ALAT KELENGKAPAN DPD
Alat
kelengkapan DPD terdiri atas: Pimpinan, Komite, Badan Kehormatan dan Panitia-panitia
lain yang diperlukan.
a.
Pimpinan
Pimpinan
DPD terdiri atas seorang ketua dan dua wakil ketua. Selain bertugas memimpin
sidang, pimpinan DPD juga sebagai juru bicara DPD. Ketua DPD periode 2009–2014
adalah Irman
Gusman.
b.
Sekretariat
Jenderal
Untuk
mendukung kelancaran pelaksanaan tugas DPD, dibentuk Sekretariat Jenderal DPD
yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden, dan personelnya terdiri atas Pegawai Negeri Sipil. Sekretariat Jenderal DPD dipimpin seorang Sekretaris Jenderal
yang diangkat dan diberhentikan dengan Keputusan Presiden atas usul Pimpinan
DPD.
c.
Komite
Berikut
ini adalah daftar komite DPD :
- Komite I DPD membidangi otonomi daerah,
hubungan pusat dan daerah, serta antardaerah, pembentukan, pemekaran, dan
penggabungan daerah; pemukiman dan kependudukan, pertanahan, dan tata
ruang, serta politik, hukum dan hak asasi manusia (HAM).
- Komite II DPD membidangi pertanian dan
perkebunan, perhubungan, kelautan dan perikanan, energi dan sumber daya
mineral, kehutanan dan lingkungan hidup, pemberdayaan ekonomi kerakyatan
dan daerah tertinggal, perindustrian dan perdagangan; penanaman modal dan
pekerjaan umum.
- Komite III DPD membidangi pendidikan, agama,
kebudayaan, kesehatan; pariwisata, pemuda dan olahraga, kesejahteraan
sosial, pemberdayaan perempuan, dan ketenagakerjaan.
- Komite IV DPD membidangi anggaran pendapatan
dan belanja negara (APBN), pajak, perimbangan keuangan pusat dan daerah,
lembaga keuangan dan koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
C. KEPANITIAAN DPD
Berikut
ini adalah daftar kepanitiaan DPD :
- Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU)
- Panitia Urusan Rumah Tangga (PURT)
- Panitia Akuntabilitas Publik (PAP) DPD,
- Panitia Hubungan Antar-Lembaga (PHAL) DPD dan
Kelompok DPD di MPR.
D. KEKEBALAN HUKUM
Anggota
DPD tidak dapat dituntut di hadapan pengadilan karena pernyataan,
pertanyaan/pendapat yang dikemukakan secara lisan ataupun tertulis dalam
rapat-rapat DPD, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Tata Tertib dan
kode etik masing-masing lembaga. Ketentuan tersebut tidak berlaku jika anggota
yang bersangkutan mengumumkan materi yang telah disepakati dalam rapat tertutup
untuk dirahasiakan atau hal-hal mengenai pengumuman rahasia negara.
E.
MAHKAMAH AGUNG (MA)
Mahkamah
Agung
(disingkat MA) adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang
merupakan pemegang kekuasaan
kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Konstitusi dan bebas dari pengaruh cabang-cabang kekuasaan lainnya.
Mahkamah Agung membawahi badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum,
lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan
tata usaha negara.
Susunan
Mahkamah
Agung terdiri dari pimpinan, hakim anggota, panitera, dan seorang sekretaris.
Pimpinan dan hakim anggota Mahkamah Agung adalah hakim agung. jumlah hakim
agung paling banyak 60 (enam puluh) orang.
Pimpinan
Pimpinan
Mahkamah Agung terdiri dari seorang ketua, 2 (dua) wakil ketua, dan beberapa
orang ketua muda. Wakil Ketua Mahkamah Agung terdiri atas wakil ketua bidang
yudisial dan wakil ketua bidang nonyudisial. wakil ketua bidang yudisial yang
membawahi ketua muda perdata, ketua muda pidana, ketua muda agama, dan ketua
muda tata usaha negara sedangkan wakil ketua bidang nonyudisial membawahi ketua
muda pembinaan dan ketua muda pengawasan. Ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan
oleh hakim agung, dan diangkat oleh Presiden.
Hakim
Agung
Pada
Mahkamah Agung terdapat hakim agung sebanyak maksimal 60 orang. Hakim agung dapat berasal dari sistem
karier atau sistem non karier. Calon hakim agung diusulkan oleh Komisi
Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat, untuk kemudian mendapat persetujuan dan ditetapkan sebagai hakim
agung oleh Presiden. Tugas Hakim Agung adalah Mengadili dan memutus perkara pada
tingkat Kasasi.
Kewajiban
dan wewenang
Menurut
Undang-Undang Dasar 1945, kewajiban dan wewenang MA adalah:
F.
MAHKAMAH KONSTITUSI (MK)
Ketua
Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh Hakim Konstitusi untuk masa jabatan 3
tahun. Masa jabatan Ketua MK selama 3 tahun yang diatur dalam UU 24/2003 ini
sedikit aneh, karena masa jabatan Hakim Konstitusi sendiri adalah 5 tahun, sehingga
berarti untuk masa jabatan kedua Ketua MK dalam satu masa jabatan Hakim
Konstitusi berakhir sebelum waktunya (hanya 2 tahun).
Mahkamah
Konstitusi mempunyai 9 Hakim Konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden. Hakim Konstitusi diajukan masing-masing 3 orang oleh Mahkamah Agung, 3 orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan 3 orang oleh Presiden. Masa jabatan Hakim Konstitusi adalah
5 tahun, dan dapat dipilih kembali untuk 1 kali masa jabatan berikutnya.
Kewenangan
Mahkamah
Konstitusi RI mempunyai 4 (empat) kewenangan dan 1 (satu) kewajiban sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945. Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili
pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk:
1.
Menguji
undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945,
2.
Memutus
Sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945,
3.
Memutus
pembubaran partai politik, dan
4.
Memutus
perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Kewajiban
Mahkamah
Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau
Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa penghianatan
terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana lainnya, atau perbuatan
tercela, dan/atau
tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana
dimaksud dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
G.
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
(BPK)
Badan
Pemeriksa Keuangan
(disingkat BPK) adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang
memiliki wewenang memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
Menurut UUD 1945, BPK
merupakan lembaga yang bebas dan mandiri.
Tugas
Dan Fungsi
BPK
bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan
oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank
Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik
Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara.
Jenis
pemeriksaan yang dilakukan BPK terdiri dari: (i) Pemeriksaan keuangan, dalam
rangka memberikan pernyataan opini tentang tingkat kewajaran informasi yang
disajikan dalam laporan keuangan pemerintah; (ii) Pemeriksaan kinerja, meliputi
aspek ekonomi, efisiensi, dan efektivitas program dan kegiatan pemerintah; dan
(iii) Pemeriksaan dengan tujuan tertentu, yang dilakukan dengan tujuan khusus,
di luar pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja. Termasuk dalam
pemeriksaan tujuan tertentu ini adalah pemeriksaan atas hal-hal lain yang
berkaitan dengan keuangan, pemeriksaan investigatif, dan pemeriksaan atas
permintaan (audit on request).
Dalam melaksanakan
tugas Pemeriksaan, BPK berwenang :
1.
Menentukan
objek pemeriksaan, merencanakan dan melaksanakan pemeriksaan, menentukan waktu
dan metode pemeriksaan serta menyusun dan menyajikan laporan pemeriksaan;
2.
Meminta
keterangan dan/atau dokumen yang wajib diberikan oleh setiap orang, unit
organisasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank
Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik
Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara;
3.
Melakukan
pemeriksaan di tempat penyimpanan uang dan barang milik negara, di tempat
pelaksanaan kegiatan, pembukuan dan tata usaha keuangan negara, serta
pemeriksaan terhadap perhitungan-perhitungan, surat-surat, bukti-bukti,
rekening koran, pertanggungjawaban, dan daftar lainnya yang berkaitan dengan
pengelolaan keuangan negara;
4.
Menetapkan
jenis dokumen, data, serta informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara yang wajib disampaikan kepada BPK;
5.
Menetapkan
standar pemeriksaan keuangan negara setelah konsultasi dengan Pemerintah
Pusat/Pemerintah Daerah yang wajib digunakan dalam pemeriksaan pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara;
6.
Menetapkan
kode etik pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara;
7.
Menggunakan
tenaga ahli dan/ atau tenaga pemeriksa di luar BPK yang bekerja untuk dan atas
nama BPK;
8.
Membina
jabatan fungsional Pemeriksa;
9.
Memberi
pertimbangan atas Standar Akuntansi Pemerintahan; dan
10.
Memberi
pertimbangan atas rancangan sistem pengendalian intern Pemerintah
Pusat/Pemerintah Daerah sebelum ditetapkan oleh Pemerintah Pusat/Pemerintah
Daerah.
Dalam
hal penyelesaian kerugian negara/daerah, BPK berwenang untuk menilai dan/atau
menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum
baik sengaja maupun lalai yang dilakukan oleh bendahara, pengelola Badan Usaha
Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang
menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara serta memantau penyelesaian ganti
kerugian negara/daerah yang ditetapkan oleh Pemerintah terhadap pegawai negeri
bukan bendahara dan pejabat lain, pelaksanaan pengenaan ganti kerugian
negara/daerah kepada bendahara, pengelola Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha
Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara yang
telah ditetapkan oleh BPK serta pelaksanaan pengenaan ganti kerugian
negara/daerah yang ditetapkan berdasarkan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap untuk diberitahukan secara tertulis kepada DPR,
DPD, dan DPRD sesuai dengan kewenangannya.
Selain
itu BPK juga mempunyai kewenangan untuk memberikan pendapat kepada DPR, DPD,
DPRD, Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah, Lembaga Negara Lain, Bank Indonesia,
Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah,
Yayasan, dan lembaga atau badan lain, yang diperlukan karena sifat
pekerjaannya, memberikan pertimbangan atas penyelesaian kerugian negara/daerah
yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah serta memberikan
keterangan ahli dalam proses peradilan mengenai kerugian negara/daerah.
H. KOMISI YUDISIAL
(KY)
Komisi Yudisial adalah lembaga negara yang dibentuk berdasarkan UU no 22 tahun
2004 yang berfungsi mengawasi perilaku hakim dan mengusulkan nama calon hakim agung.
Tujuan
Komisi Yudisial
Berdasarkan
penelitian yang pernah dilakukan oleh A. Ahsin Thohari, seperti ditulis dalam
buku Komisi Yudisial & Reformasi Peradilan (Jakarta: ELSAM, 2004),
di bebarapa negara, Komisi Yudisial muncul sebagai akibat dari salah satu atau
lebih dari lima hal sebagai berikut:
- Lemahnya monitoring secara intensif terhadap
kekuasaan kehakiman, karena monitoring hanya dilakukan secara internal
saja.
- Tidak adanya lembaga yang menjadi penghubung
antara kekuasaan pemerintah (executive power) –dalam hal ini
Departemen Kehakiman– dan kekuasaan kehakiman (judicial power).
- Kekuasaan kehakiman dianggap tidak mempunyai
efisiensi dan efektivitas yang memadai dalam menjalankan tugasnya apabila
masih disibukkan dengan persoalanpersoalan teknis non-hukum.
- Tidak adanya konsistensi putusan lembaga
peradilan, karena setiap putusan kurang memperoleh penilaian dan
pengawasan yang ketat dari sebuah lembaga khusus.
- Pola rekruitmen hakim selama ini dianggap
terlalu bias dengan masalah politik, karena lembaga yang mengusulkan dan
merekrutnya adalah lembaga-lembaga politik, yaitu presiden atau parlemen.
Masih menurut A.
Ahsin Thohari, tujuan pembentukan Komisi Yudisial adalah:
- Melakukan monitoring yang intensif terhadap
lembaga peradilan dengan cara melibatkan unsur-unsur masyarakat dalam
spektrum yang seluas-luasnya dan bukan hanya monitoring secara internal
saja. Monitoring secara internal dikhawatirkanmenimbulkan semangat korps (l’esprit
de corps), sehingga objektivitasnya sangat diragukan.
- Menjadi perantara (mediator) antara lembaga
peradilan dengan Departemen Kehakiman. Dengan demikian, lembaga peradilan
tidak perlu lagi mengurus persoalan-persoalan teknis non-hukum, karena
semuanya telah ditangani oleh Komisi Yudisial. Sebelumnya, lembaga
peradilan harus melakukan sendiri hubungan tersebut, sehingga hal ini
mengakibatkan adanya hubungan pertanggungjawaban dari lembaga peradilan
kepada Departemen Kehakiman. Hubungan pertanggungjawaban ini menempatkan
lembaga peradilan sebagai subordinasi Departemen Kehakiman yang
membahayakan independensinya.
- Meningkatkan efisiensi dan efektivitas lembaga
peradilan dalam banyak aspek, karena tidak lagi disibukkan dengan hal-hal
yang tidak berkaitan langsung dengan aspek hukum seperti rekruitmen dan
monitoring hakim serta pengelolaan keuangan lembaga peradilan. Dengan
demikian, lembaga peradilan dapat lebih berkonsentrasi untuk meningkatkan
kemampuan intelektualitasnya yang diperlukan untuk memutus suatu perkara.
- Menjaga kualitas dan konsistensi putusan
lembaga peradilan, karena senantiasa diawasi secara intensif oleh lembaga
yang benar-benar independen. Di sini diharapkan inkonsistensi putusan
lembaga peradilan tidak terjadi lagi, karena setiap putusan akan
memperoleh penilaian dan pengawasan yang ketat dari Komisi Yudisial.
Dengan demikian, putusan-putusan yang dianggap kontroversial dan
mencederai rasa keadilan masyarakat dapat diminimalisasi kalau bukan
dieliminasi.
- Meminimalisasi terjadinya politisasi terhadap
rekruitmen hakim, karena lembaga yang mengusulkan adalah lembaga hukum
yang bersifat mandiri dan bebas dari pengaruh kekuasaan lain, bukan lembaga
politik lagi, sehingga diidealkan kepentingan-kepentingan politik tidak
lagi ikut menentukan rekrutmen hakim yang ada.
Wewenang
Komisi Yudisial
1.
Mengusulkan
pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung kepada DPR untuk
mendapatkan persetujuan;
2.
Menjaga
dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim;
3.
Menetapkan
Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) bersama-sama dengan Mahkamah
Agung;
4.
Menjaga
dan menegakkan pelaksanaan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH);
Tugas
Komisi Yudisial
1.
Melakukan
pendaftaran calon Hakim Agung;
2.
Melakukan
seleksi terhadap calon Hakim Agung;
3.
Menetapkan
calon Hakim Agung; dan
4.
Mengajukan
calon Hakim Agung ke DPR.
Pertanggungjawaban
dan Laporan
Komisi
Yudisial bertanggungjawab kepada publik melalui DPR,
dengan cara menerbitkan laporan tahunan dan membuka akses informasi secara
lengkap dan akurat.
BAB III
PENUTUP
1.
Simpulan
Sistem
pemerintahan negara menggambarkan adanya lembaga-lembaga yang bekerja dan
berjalan saling berhubungan satu sama lain menuju tercapainya tujuan
penyelenggaraan negara. Lembaga-lembaga negara dalam suatu sistem politik
meliputi empat institusi pokok, yaitu eksekutif, birokratif, legislatif, dan
yudikatif. Selain itu, terdapat lembaga lain atau unsur lain seperti parlemen,
pemilu, dan dewan menteri.
Pembagian
sistem pemerintahan negara secara modern terbagi dua, yaitu presidensial dan
ministerial (parlemen). Pembagian sistem pemerintahan presidensial dan
parlementer didasarkan pada hubungan antara kekuasaan eksekutif dan legislatif.
Dalam sistem parlementer, badan eksekutif mendapat pengwasan langsung dari
legislatif. Sebaliknya, apabila badan eksekutif berada diluar pengawasan
legislatif maka sistem pemerintahannya adalah presidensial.
Dalam
sistem pemerintahan negara republik, lebaga-lembaga negara itu berjalan sesuai
dengan mekanisme demokratis, sedangkan dalam sistem pemerintahan negara
monarki, lembaga itu bekerja sesuai dengan prinsip-prinsip yang berbeda.
Pemerintahan
suatu negara berbeda dengan sistem pemerintahan yang dijalankan di negara lain.
Namun, terdapat juga beberapa persamaan antarsistem pemerintahan negara itu.
Misalnya, dua negara memiliki sistem pemerintahan yang sama.
DAFTAR PUSTAKA
Elly M,
Setiadi. 2005. Pendidikan pancasila. PT Gramedia Pustaka
Utama: Jakarta.
http://dpr.go.id/profil/fungsi-tugas-wewenang
id.wikipedia.org/wiki/Presiden_Indonesia