KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi
wabarakatuh.
Alhamdulillahirabbilalamin,
banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit sekali yang kita ingat. Segala
puji hanya layak untuk Allah Tuhan seru sekalian alam atas segala berkat,
rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah dengan judul ”PERMASALAHAN PENDIDIKAN”.
Dalam
penyusunannya, penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak, karena
itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya yang telah
memberikan dukungan, kasih, dan kepercayaan yang begitu besar. Dari sanalah
semua kesuksesan ini berawal, semoga semua ini bisa memberikan sedikit
kebahagiaan dan menuntun pada langkah yang lebih baik lagi.
Meskipun
penulis berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan,
namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun agar skripsi ini dapat lebih baik lagi.
Akhir
kata penulis berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.
Makassar, 10
Desember 2013
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latarbelakang
Masalah
Indonesia
semakin hari kualitasnya makin rendah. Berdasarkan Survey United Nations
Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO), terhadap
kualitas pendidikan di Negara-negara berkembang di Asia Pacific,
Indonesia menempati peringkat 10 dari 14 negara. Sedangkan untuk kualitas para
guru, kulitasnya berada pada level 14 dari 14 negara berkembang.
Salah satu
faktor rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia adalah karena
lemahnya para guru dalam menggali potensi anak. Para pendidik seringkali
memaksakan kehendaknya tanpa pernah memperhatikan kebutuhan, minat dan bakat
yang dimiliki siswanya. Kelemahan paran pendidik kita, mereka tidak pernah
menggali masalah dan potensi parasiswa.
Pendidikan seharusnya
memperhatikan kebutuhan anak bukan malah memaksakan sesuatu yang membuat anak
kurang nyaman dalam menuntut ilmu. Proses pendidikan yang baik adalah
dengan memberikan kesempatan pada anak untuk kreatif. Itu harus dilakukan sebab
pada dasarnya gaya berfikir anak tidak bisa diarahkan.
Selain
kurang kreatifnya para pendidik dalam membimbing siswa, kurikulum yang
sentralistik membuat potret pendidikan semakin buram. Kurikulum hanya
didasarkan pada pengetahuan pemerintah tanpa memperhatikan kebutuhan
masyarakat. Lebih parah lagi,pendidikan tidak mampu menghasilkan lulusan
yang kreatif. Ini salahnya, kurikulum dibuat di Jakarta dan tidak memperhatikan
kondisi di masyarakat bawah. Jadi, para lulusan hanya pintar cari kerja dan
tidak pernah bisa menciptakan lapangan kerja sendiri, padahal lapangan
pekerjaan yang tersedia terbatas. Kualitas pendidikanIndonesia sangat
memprihatinkan. Berdasarkan analisa dari badanpendidikan dunia (UNESCO),
kualitas para guru Indonesia menempati peringkat terakhir dari 14 negara
berkembang di Asia Pacifik. Posisi tersebut menempatkan negeri agraris ini
dibawah Vietnam yang negaranya baru merdeka beberapa tahun lalu. Sedangkan
untuk kemampuan membaca, Indonesia berada pada peringkat 39 dari 42 negara
berkembang di dunia. Lemahnya input quality, kualitas guru kita ada diperingkat
14 dari 14 negara berkembang. Ini juga kesalahan negara yang tidak serius untuk
meningkatkan kualitaspendidikan. Dari sinilah penulis mencoba untuk membahas
lebih dalam mengenai pendidikan di Indonesia dan segala dinamikanya.
B.
Rumusan
Masalah
Dari uraian
di atas dilihat begitu kompleksnya permasalahan dalam pendidikan yang ada di
Indonesia. Oleh karena itu Penulis membatasi beberapa masalah dalam penulisan
makalah dengan “Masalah-masalah mendasar pendidikan di Indonesia, Kualitas
pendidikan di Indonesia, dan Solusi Pendidikan di Indonesia”.
C.
Tujuan
dan Manfaat Penulisan
1.
Tujuan
Sesuai
dengan pembatasan masalah di atas, maka tujuan penulisan adalah untuk
mengetahui masalah-masalah apa saja yang terjadi pada pendidikan di Indoensia
yang dillihat dari kualitas pendidikannya semakin hari semakin menurun.
2.
Manfaat
Dari
penulisan ini diharapkan mendatangkan manfaat berupa penambahan pengetahuan
serta wawasan penulis kepada pembaca tentang keadaan pendidikan sekarang ini
sehingga kita dapat mencari solusinya secara bersama agar pendidikan di masa
yang akan dapat meningkat baik dari segi kualitas maupun kuantitas yang
diberikan.
BAB II
PEMBAHASAN
I.
PERMASALAHAN PENDIDIKAN DAN
PENANGGULAGANNYA
Sistem
pendidikan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan sosial budaya
masyarakat sebagai supra-sistem. Pembangunan sistem pendidikan tidak memiliki
arti apa-apa, jika tidak sinkron dengan pembangunan nasional. Kaitan yang erat
antara bidang pendidikan sebagai sistem dengan sistem dengan sistem sosial. Budaya
sebagai supra-sistem tersebut, dimana sistem pendidikan menjadi bagiannya, menciptakan kondisi sedemikian rupa sehingga
permasalah interen sistem pendidikan itu menjadi sangat kompleks. Artinya suatu
permasalah interen dalam sistem pendidikan selalu ada kaitannya dengan
masalah-masalah di luar sistem pendidikan. Misalnya masalah mutu hasil belajar
suatu sekolah tidak dapat dilepaskan dari kondisi sosial budaya dan dan ekonomi
masyarakat disekitarnya, dari mana murid sekolah tersebut berasal, serta masih
banyak lagi faktor-faktor lainnya di luar sistem persekolahan yang berkaitan
dengan mutu hasil belajar.
Berasarkan kenyataan tesebut,
maka penanggulangan masalah pendidikan
juga sangat kompleks, menyangkut banyak komponen antara pihak yang terkait.
Pada
dasarnya ada dua masalah pokok yang dihadapi oleh dunia pendidikan di tanah air
kita dewasa ini, yakni :
a.
Bagaimana
semua warga negara dapat menikmati kesempatan pendidikan,
b.
Bagaimana
pendidikan dapat membekali peserta didik keterampilan kerja yang mantap untuk
dapat terjun ke dalam kancah kehidupan masyarakat.
Yang
pertama mengenai masalah pemerataan dan yang kedua adalah masalah mutu ,
relevansi dan juga efisiensi pendidikan.
A. JENIS PERMASALAHAN POKOK PENDIDIKAN
Masalah
pokok pendidikan yang telah menjadi keepakatan nasional yang perlu diprioroitaskan
penanggulangannya. Masalah yang dimaksud itu, adalah :
1.
Masalah
pemerataan pendidikan
2.
Masalah
mutu pendidikan
3.
Masalah
efisiensi pendidikan
4.
Masalah
relevansi pendidikan.
1.
MASALAH
PEMERATAAM PENDIDIKAN
Dalam
melaksanakan fungsinya sebagai wahana untuk memajukan bangsa dan kebudayaan
nasional , pendidikan diharapkan dapat menyediakan kesempatan yang seluas –
luasnya bagi seluruh warga negara Indonesia untuk memperoleh pendidikan.Masalah
pemerataan pendidikan adalah masalah bagaimana sistem pendidikan dapat
menyediakan kesempatan yang seluas – luasnya kepada seluruh warga negara untuk
memperoleh pendidikan, sehingga pendidikan itu menjadi wahana bagi pembangunan
sumberdaya manusia untuk menunjang pembangunan.
Masalah
pemerataan pendidikan timbul apabila masih banyak warga negara, khususnya usia
anak sekolah tidak dapat ditampung di dalam sistem atau lembaga pendidikan
karena kurangnya fasilitas pendidikan yang tersedia.
Masalah
pemerataan pendidikan di pandang penting karena jika anak-anak usia sekolah
memperoleh kesempatan belajar pada SD, maka mereka memiliki bekal dasar berupa
kemampuan membaca, menulis dan berhitung, sehingga mereka dapat mengikuti
perkembangan kemajuan melalui berbagai media massa dan sumber belajar yang
tersedia, baik mereka itu nantinya berperan sebagai produsen maupun konsumen. Dengan
demikian mereka tidak terbelakang dan menjadi penghambat derap pembangunan.
A.
Pemecahan
Permasalahan Pemerataan Pendidikan
Banyak macam masalah yang telah dan sedang
dilaksanakan oleh pemerintah untuk meningkatkan pemerataan pendidikan dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, langkah – langkah ditempuh melalui cara
konvensional dan cara inovatif.
·
Cara konvensional, antara lain :
a.
Membangun
gedung sekolah, seperti SD inpres dan atau ruang belajar,
b.
Menggunakan
gedung sekolah untuk double shift (sistem bergantian).
Sehubungan
dengan itu yang perlu digalakkan, utamanya untuk pendidikan dasar adalah
membangkitkan kemauan belajar bagi masyarakat/keluarga yang kurang mampu agar
mau menyekolahkan anaknya.
·
Cara inovatif, antara lain :
a.
Sistem
pamong (pendidikan oleh masyarakat, orangtua dan guru) atau INPACT
(instructional management by parent, community and Teacher).Sistem tersebut
dirintis di Solo dan didesiminasikan ke beberapa provinsi.
b.
SD
kecil pada daerah terpencil,
c.
Sistem
Guru Kunjung,
d.
SMP
Terbuka ( ISOSA-In School out of School Aproach ),
e.
Kejar
paket A dan B,
f.
Belajar
Jarak jauh seperti Universitas terbuka.
Mutu
pendidikan dipermasalahkan jika hasil pendidikan belum mencapai taraf seperti
yang diharapkan, penetapan mutu hasil pendidikan, penetapan dilakukan oleh
lembaga penghasil luaran, dengan sistem setifikasi. Selanjutnya jika luaran
tersebut terjun ke lapangan kerja penilaian
dilakukan oleh lembaga pemakai, sebagai konsumen tenaga kerja dengan
sistem tes untuk kerja ( performance
test ). Lazimnya sesudah itu masih dilakukan pelatihan/pemagangan baik calon
untuk penyesuaian dengan tuntutan persyaratan kerja di lapangan.
Jadi mutu
pendidikan pada akhirnya dilihat pada kwalitas luarannya. Jika tujuan
oendidikan nasional dijadikan kriteria, maka pertanyaannya adalah: apakah
luaran dari satu sistem pendidikan menjadi pribadi yang bertaqwa, mandiri dan
berkarya, anggota masyarakat yang sosial dan bertanggung jawab, warga negara
yang cinta tanah air dan memiliki rasa kesetiakawanan sosial.
Dengan
kata lain apakah luaran itu mewujudkan diri sebagai manusia pembangunanyang dapat membangun
dirinya dan membangun lingkungannya. Kwalitas luaran seperti itu, disebut
Nurturant effect. Meskipun disadari
bahwa pada hakekatnya produk dengan ciri-ciri seperti itu tidak
semata-mata hasil dari sistem pendidikan sendiri. Tetapi jika terdapat produk
seperti itu sistem pendidikan dianggap
mempunyai andil yang cukup, yang tetap menjadi persoalan adalah bahwa cara
pengukuran mutu produk tidak mudah. Berhubung dengan sulitnya pengukuran
terhadap produk tersebut, maka jika orang berbicara tentang mutu pendidikan,
umumnya hanya mengasosiasikan dengan hasil belajar yang dikenal sebagai EBTA, EBTANAS,
UAS, SIPENMARU, karena ini yang mudah diukur. Hasil ujian tersebut itu
dipandang sebagai gambaran tentang hasil pendidikan.
Padahal
hasil belajar yang bermutu hanya mungkin
dicapai melalui proses belajar yang bermutu. Jika proses belajar tidak optimal sangat sulit diharapkan
terjadinya hasil belajar yang bermutu. Jika terjadi belajar yang tidak optimal
akan menghasilkan skor ujian yang baik, maka hampir dapat dipastikan bahwa
hasil belajar tersebut adalah semu. Ini berarti bahwa pokok permasalahan mutu
pendidikan lebih terletak pada masa pemrosesan pendidikan. Selanjutnya
kelancaran pemrosesan pendidikan ditunjang oleh komponen pendidikan yang
terdiri peserta didik, tenaga kependidikan, kurikulum, sarana pembelajaran, bahkan juga
masyarakat sekitar.
Seberapa
besar dukungan tersebut diberikan oleh komponen pendidikan, sangat bergantung
pada kualitas komponen dan kerjasama
serta mobilitas komponen yang mengarah kepada pencapaian tujuan. Sebagai misal
komponen sarana pembelajaran lengkap, tetapi tidak didukung oleh guru-guru yang
terampil, maka sumbangan sarana tersebut pada pencapaian tujuan tidak akan
optimal. Tentang hal ini sudah dipaparkan secukupnya pada butir terdahulu,
yaitu pada sistim pendidikan.
Mas lah
mutu pendidikan juga mencakup masalah pemerataan mutu. Di dalam TAP MPR 1988
tentang GBHN, dinyatakan bahwa titik berat pembangunan pendidikan diletakkan
pada penimgkatan mutu setiap jenjang dan jenis pendidikan, sedangkan dalam
rangka penimgkatan mutu pendidikan khususnya untuk memacu penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi, perlu lebih disempurnakan dan ditingktkan pengajaran
ilmu pengetahuan alam dan matematika,(BP-7, 1989). Umumnya kondisi mutu
pendidikan di seluruh pelosok tanah air (kota/desa) mengalami peningkatan mutu
pendidikan sesuai dengan situasi dan kondisinya masing-masing.
B.
Pemecahan
Pemerataan Mutu Pendidikan
Upaya
pemecahan masalah mutu pendidikan dalam garis besarnya meliputi hal-hal yang
bersifat fisik dan perangkat lunak, personalia, dan manajemen, sebagai berikut
:
1.
Seleksi
yang lebih raional terhadap masakan mentah, khususnya SLTA dan PT.
2.
Pengembang
kemampuan tenaga kependidikan melalui
study lanjut.Latihan, penataran,seminar, kegiatan-kegiatan kelompok, studi
seperti PKG dan lain-lain.
3.
Penyempurnaan
kurikulum (materi yang esensial) dan mengandung muatan lokal, metode yang
menantang dan menggairahkan belajar,evaluasi yang beracuan PAP
4.
Pengembangan
prasarana yang menciptakan lingkungan yang tentram untuk belajar, penyempurnaan
sarana belajar ,seperti buku paket, media pembelajaran dan peralatan
laboratorim,
5.
Peningkatan
administrasi manajemen khususnya mengenai anggaran
6.
Kegiatan
pengendalian mutu berupa kegiatan-kegiatan :
a.
Laporan
penyelenggaraan pendidikan oleh semua lembaga pendidikan,
b.
Supervisi
dan monitoring pendidikan oleh pemilik dan pengawas.
c.
Sistem
ujian nasional /negara seperti UAN, EBTANAS, SIPENMARU.
d.
Akreditasi
terhadap lembaga pendidikan untuk menetapkan status suatu lembaga.
2. MASALAH
EFISIENSI PENDIDIKAN
Masalah
efisiensi pendidikan mempersoalkan bagaimana suatu sistem pendidikan
mendayagunakan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan pendidkan. Beberapa
masalah efisiensi pendidikan yang penting,adalah:
a.
Masalah
efisiensi dalam memungsikan tenaga
Masalah ini meliputi pengangkatan, penempatan dan
pengembangan tenaga. Masalah pengangkatan terletak pada kesenjangan antara
stock tenaga yang tersedia dengan jatah pengangkatan yang terbatas. Pada masa 5
tahun terakhir ini, jatah pengangkatan setiap tahunnya sekitar 20% dari
kebutuhan tenaga di lapangan. Sedangkan persediaan tenaga yang setiap diangkat
lebih besar dari pada kebtuhan dilapangan. Dengan demikian berarti lebihdari
80% tenaga tersedia tidak difungsikan. Masalah pengembangan tenaga kependidikan
di lapangan biasanya terlambat, khususnya pada saat menyongsong hadirnya
kurikulum baru.
b.
Masalah
efisiensi dalam penggunaan sarana dan prasarana
Penggunaan sarana dan prasarana pendidikan yang
tidak efisiensi bisa terjadi antara lain sebagai akibat kurang matangnya
perencanaan dan juga karena perubahan kurikulum. Perubahan sering membawa
akibat tidak dipakainyalagi buku siswa pegangan guru beserta perangkat lainnya,
karena harus diganti dengan buku-buku yang baru. Misalnya perubahan kurikulum
1975/1976 digantikan dengan kurikulum 1984 bahkan sementara buku baru belum
rampung disiapkan, kurikulum sudah berubah lagi yaitu dengan munculnya
kurikulum 1994.sebab bagaimana pun juga pembaharuan kurikulum merupakan
tindakan antisipasi terhadap pemberian bekal bagi calon iuran sesuai dengan
tuntunan zaman.
3. MASALAH
RELEVANSI PENDIDIKAN
Masalah
relevansi pendidikan mencakup sejauh mana sistem pendidikan dapatmenghasilkan
iuran sesuai dengan kebutuhan pembangunan, yaitu masalah-masalah seperti
digambarkan dalam rumusan tujuan pendidikan nasional.
Iuran
pendidikan diharapkan dapat mengisi semua sektor pembangunan yang beraneka
ragam sektor produksi, sektor jasa dll. Baik dari segi jumlah maupun segi
kualitas. Kriteria relevansi seperti yang dinyatakan tersebut cukup ideal jika
dikaitkan dengan kondisi sistem tersebut pendidikan pada umumnya dan gambaran
tentang pekerjaan yang ada antara lain, sebagai berikut:
1.
Status
lembaga pendidikan sendiri masih bermacam-macam kualitasnya,
2.
Sistem
pendidikan tidak pernah menghasilkan iuran siap pakai, yang ada adalah siap
kembang/latih.
3.
Peta
kebutuhan tenaga kerja dengan persyaratan yang dapat digunakan sebagai pedoman
oleh lembaga-lembaga pendidikan untuk menyusun program tidak tersedia.
II.
FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI BERKEMBANGNYA MASALAH PENDIDIKAN
Permasalahan pokok pendidikan sebagaimana telah
diutarakan pada butir B dan C di atas merupakan masalah pembangunan mikro,
yaitu masalah-masalah yang berlangsung didalam sistem pendidikan sendiri.
Masalah makro berupa antara lain masalah perkembangan internasional, masalah
demografi, masalah politik, ekonomi,sosial budaya, masalah perkembangan
regional.
Uraian selanjutnya akan mengemukakan masalah-masalah
makro yang merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi berkembangnya masalah
pendidikan masalah pendidikan, yaitu:
a.
Perkembangan
iptek
Terdapat hubungan erat antara pendidikan dengan
iptek. Ilmu pengetahuan merupakan hasil eksploitasi sacera sistematis dan
terorganisir mengenai alam semesta, dan teknologi adalah penerapan yang
direncanakan dari ilmu pengetahuan untuk memenuhi hidup masyarakat. Suatu
teknologi baru digunkan dalam suatu proses produksi menimbulkan kondisi ekonomi
sosial baru lantaran perubahan persyaratan kerja atau jam kerja,kebutuhan
bahan-bahan baru, sistem pelayanan baru, sampai berkembangnya gaya hidup yang
baru. Semua perubahan tersebut tentu membawa masalah dalam skala nasional yang
tidak sedikit memakan biaya. Hal ini sudah disinggung dalam butir 3 masalah
efisiensi pendidikan tentang perubahan kurikulum.
b.
Perkembangan
Seni
Kesenian adalah merupkan aktivitas berkreasi manusia
secara individual atau kelompok menghasilkan sesuatu yang indah,Barksenian
mejadi kebutuhan hidup manusia. Melalui kesenian manusia dapat menyalurkan
dorongan berkreasi( mencipta) yang bersifat orisinal (bukan tiruan) dan
dorongan spontanitas dalam menemukan keindahan. Seni membutuhkan pengembangan.
Dilihat dari segi tujuan pendidikan yaitu
terbentuknya manusia seutuhnya, aktivitas kesenian mempunyai adil yang besar, karena dapat mengisi
pengembangan domain afektif khususnya emosi yang positif dan konstruktif serta keterampilan disamping
domain kongnitif yang sudah digarap melalui program/bidang studi lain.
Dilihat dari lapangan kerja, dewasa ini dunia seni
dengan segenap cabangnya telah mengalami perkembangan pesat dan semakin
mendapat tempat dalam kehidupan masyarakat.
1.
Laju
Pertumbuhan Penduduk.
Masalah kependudukan dan
kependidikan bersumber pada dua hal, yaitu :
a.
Pertambahan
penduduk.
Pertambahan
penduduk gambarannya sebagai berikut:
Dari sekarang hingga abad XXI, terus menerus akan
terjadi pertambahan penduduk, meskipun gerakan keluaga berencana beberapa waktu
yang lalu berhasil. Sebapnya karena kematian menurun lebih cepat (45%) dari
turunnya tingkat kelahiran(35%). Hal tersebut juga mengakibatkan berubahnya
susunan umur penduduk. Dengan bertambahnya jumlah penduduk, maka penyeddian
sarana dan prasarana pendidikan beserta
komponen penunjang
terselenggaranya pendidikan harus ditambah. Dan ini berarti beban
pembangunan nasional menjadi bertambah. Pertambahan penduduk yang dibarengi
dengan meningkatnya usia rata-rata,b penurunan angka kematian, mengakibatkan
berubahnya strutur kependudukan, yaitu propinsi penduduk usia lanjut,angkatan
kerja, dan penduduk usia tua meningkat berkat kemajuan dibidang gizi dan
kesehatan.
b.
Penyebaran
Penduduk.
Penyebaran penduduk diseluruh pelosok tanah air
tidak merata.Ada daerah yang padat penduduk terutama di kota-kota besar dan
daerah yang penduduknya jarang, yaitu didaerah pedalaman kh ususnya didaerah
terpencil yang berlokasi pegunungan dan pulau-pulau. Sebaran penduduk ini menimbulkan kesulitan dalam penyediaan
sarana pendidikan. Sebagai contoh adalah dibangunnya SD kecil untuk melayani
kebutuhan akan pendidikan didaerah terpencil pada pelita V, disamping SD yang
reguler. Belum lagi kesulitan dalam penempatan guru. Peristiwa ini menimbulkan
pola yang dinamis dan labil yang lebih menyulitkan perencanaan penyediaan saran
pendidikan.
2.
Aspirasi
masyarakat
Dalam dua dasawarsa terakhir ini aspirasi masyarakat
dalam banyak hal meningkat khususnya aspirasi terhadap pendidikan. Orang mulai
meihat bahwa untuk hidup yang lebih layak dan sehat harus ada pekerjaan tetap
yang menopang, dan pendidikan memberi jaminan untuk memperoleh pekerjaan yang
layak dan menetap itu. Sebagain akibat dari meningkatnya aspirasi terhadap
pendidikan itu maka orangtua mendorong anaknya memperoleh pekerjaan yang lebih
baik daripada orangtuanya sendiri. Sehingga gejala yang timbul yaitu membanjirnya
pelamr pada sekolah-sekolah. Arus pelajar menjadi meningkat. Di kota-kota disamping pendidikan formalmulai
bermunculan beraneka ragam pendidikan non-formal. Namun demikian tidak berarti
bahwa aspirasi terhadap pendidikn harus diredam, justru sebaliknya harus tetap
dibangkitkan dan ditingkatkan, utamanya pada masyarakat yang belum maju dan
masyarakat diderah terpencil, sebab aspirasi menjadi motor penggeak roda
kemajuan.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Banyak sekali faktor yang menjadikan
rendahnya kualitaspendidikan di Indonesia. Faktor-faktor yang bersifat
teknis diantaranya adalah rendahnya kualitas guru, rendahnya sarana fisik,
mahalnya biaya pendidikan, rendahnya prestasi siswa, rendahnya
kesejahteraan guru, rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan,
kurangnya pemerataan kesempatan pendidikan. Namun sebenarnya yang menjadi
masalah mendasar dari pendidikan di Indonesia adalah
sistempendidikan di Indonesia itu sendiri yang menjadikan siswa sebagai
objek, sehingga manusia yang dihasilkan dari sistem ini adalah manusia yang
hanya siap untuk memenuhi kebutuhan zaman dan bukannya bersikap kritis terhadap
zamannya. Maka disinilah dibutuhkan kerja sama antara pemerintah dan mesyarakat
untuk mengatasi segala permasalahan pendidikan di Indonesia.
B.
Saran
Perkembangan dunia di era
globalisasi ini memang banyak menuntut perubahan kesistem pendidikan nasional
yang lebih baik serta mampu bersaing secara sehat dalam segala bidang. Salah
satu cara yang harus di lakukan bangsa Indonesia agar tidak semakin ketinggalan
dengan negara-negara lain adalah dengan meningkatkan kualitas pendidikannya
terlebih dahulu.
Dengan meningkatnya kualitas
pendidikan berarti sumber daya manusia yang terlahir akan semakin baik mutunya
dan akan mampu membawa bangsa ini bersaing secara sehat dalam segala bidang di
dunia internasional.
DAFTAR
PUSTAKA
Pidarta,
Prof. Dr. Made. 2004. Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
sayapbarat.wordpress.com/2007/08/29/masalah-pendidikan-di-indonesia.