Friday, 27 February 2015

HAKEKAT MATEMATIKA
Oleh: M. Jainuri, M.Pd

Untuk memahami hakekat matematika, kita dapat memperhatikan
pengertian istilah matematika. Untuk menjawab pertanyaan : “Apakah
matematika itu ?” tidak dapat dengan mudah dijawab dengan satu atau dua
kalimat begitu saja. Berbagai pendapat muncul tentang pengertian
matematika, dipandang dari pengetahuan dan pengalaman masing-masing
yang berbeda. Pendefinisian matematika sampai saat ini belum ada
kesepakatan yang bulat, namun demikian dapat dikenal melalui
karakteristiknya. Sedangkan karakteristik matematika dapat dipahami melalui
hakekat matematika.
Berdasarkan etimologinya perkataan “matematika” berarti ilmu
pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar. Hal ini dimaksudkan bukan
berarti ilmu lain diperoleh tidak melalui penalaran, akan tetapi dalam
matematika lebih menekankan aktivitas dalam dunia rasio (penalaran)
sedangkan dalam ilmu lain lebih menekankan hasil observasi atau
eksperimen di samping penalaran. Pada tahap awal terbentuk dari
pengalaman manusia dalam dunianya secara empiris, karena matematika
sebagai aktifitas manusia kemudian pengalaman itu diproses dalam dunia
rasio, diolah secara analisis dan sintesis dengan penalaran dalam struktur
kognitif sehingga sampai pada suatu kesimpulan berupa konsep-konsep
matematika. Agar konsep-konsep matematika tersebut dapat dipahami oleh
orang lain dan dengan mudah dapat dimanipulasi dengan tepat, maka
digunakan notasi dan istilah yang cermat dan disepakati bersama secara
global (universal) yang dikenal dengan bahasa matematika.
James dan James (1976) mengatakan bahwa matematika adalah
ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep
yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah banyak
yang terbagi dalam tiga bidang : aljabar, analisis dan geometri. Sedangkan
1
Johnson dan Rising (1972) mangatakan bahwa matematika adalah pola
berpikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logik, matematika itu
adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat,
jelas dan akurat, refresentasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa
simbol mengenai ide daripada mengenai bunyi.
Sementara Reys dkk (1984) mengemukakan bahwa matematika
adalah telaah tentang pola berpikir, suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni,
suatu bahasa dan suatu alat. Kemudian Klein (1973) manyatakan bahwa
matematika bukan pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena
dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama untuk membantu
dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi dan alam.
Hudoyo (1979) mengemukakan bahwa hakikat matematika berkenan
dengan ide-ide, struktur- struktur dan hubungan-hubungannya yang diatur
menurut urutan yang logis. Jadi matematika berkenaan dengan konsepkonsep
yang abstrak. Selanjutnya dikemukakan bahwa apabila matematika
dipandang sebagai struktur dari hubungan-hubungan maka simbol-simbol
formal diperlukan untuk membantu memanipulasi aturan-aturan yang
beroperasi di dalam struktur-struktur.
Menurut Soedjadi (2000) berpendapat bahwa simbol-simbol di dalam
matematika umumnya masih kosong dari arti sehingga dapat diberi arti
sesuai dengan lingkup semestanya. Agar simbol itu berarti maka kita harus
memahami ide yang terkandung di dalam simbol tersebut. Karena itu, hal
terpenting adalah bahwa ide harus dipahami sebelum ide itu sendiri
disimbolkan. Misalnya simbol (x, y) merupakan pasangan simbol “x” dan “y”
yang masih kosong dari arti. Apabila konsep tersebut dipakai dalam geometri
analitik bidang, dapat diartikan sebagai kordinat titik, contohnya A(1,2),
B(6,9), titik A (1,2) titik A terletak pada perpotongan garis X = 1 dan y = 2 titik
B(6,9) artinya titik B terletak pada perpotongan garis X = 6 dan y = 9.
Hubungan–hubungan dengan simbol-simbol dan kemudian mengaplikasikan
konsep-konsep yang dihasilkan kesituasi yang nyata.
2
Selanjutnya Soedjadi mengemukakan bahwa ada beberapa definisi
atau pengertian matematika berdasarkan sudut pandang pembuatnya, yaitu
sebagai berikut:
a. Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisisr
secara sistematik
b. Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi
c. Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan
berhubungan dengan bilangan.
d. Matematika adalah pengetahuan fakta-fakta kuantitatif dan masalah
tentang ruang dan bentuk.
e. Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logic
f. Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.
Menurut Sumardyono (2004) secara umum definisi matematika dapat
dideskripsikan sebagai berikut, di antaranya:
1. Matematika sebagai struktur yang terorganisir. Agak berbeda dengan
ilmu pengetahuan yang lain, matematika merupakan suatu bangunan
struktur yang terorganisir. Sebagai sebuah struktur, ia terdiri atas
beberapa komponen, yang meliputi aksioma/postulat, pengertian
pangkal/primitif, dan dalil/teorema (termasuk di dalamnya lemma
(teorema pengantar/kecil) dan corolly/sifat).
2. Matematika sebagai alat (tool). Matematika juga sering dipandang
sebagai alat dalammencari solusi pelbagai masalah dalam kehidupan
sehari-hari.
3. Matematika sebagai pola pikir deduktif. Matematika merupakan
pengetahuan yang memiliki pola pikir deduktif, artinya suatu teori atau
pernyataan dalam matematika dapat diterima kebenarannya apabila
telah dibuktikan secara deduktif (umum).
4. Matematika sebagai cara bernalar (the way of thinking). Matematika
dapat pula dipandang sebagai cara bernalar, paling tidak karena
beberapa hal, seperti matematika matematika memuat cara pembuktian
yang sahih (valid), rumus-rumus atau aturan yang umum, atau sifat
penalaran matematika yang sistematis.
3
5. Matematika sebagai bahasa artifisial. Simbol merupakan ciri yang
paling menonjol dalam matematika. Bahasa matematika adalah bahasa
simbol yang bersifat artifisial, yang baru memiliki arti bila dikenakan pada
suatu konteks.
6. Matematika sebagai seni yang kreatif. Penalaran yang logis dan
efisien serta perbendaharaan ide-ide dan pola-pola yang kreatif dan
menakjubkan, maka matematika sering pula disebut sebagai seni,
khususnya merupakan seni berpikir yang kreatif.
Dari pendapat-pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
matematika tidak hanya berhubungan dengan bilangan-bilangan serta
operasi-operasinya, melainkan juga unsur ruang sebagai sasarannya.
Namun penunjukan kuantitas seperti itu belum memenuhi sasaran
matematika yang lain, yaitu yang ditujukan kepada hubungan pola, bentuk,
dan struktur. Sasaran atau obyek penelaahan matematika adalah fakta,
konsep, operasi, dan prinsip. Obyek penelaahan tersebut menggunakan
simbol-simbol yang kosong dalam arti, ciri ini yang memungkinkan dapat
memasuki wilayah bidang studi atau cabang lain.
Penelaahan matematika tidak sekedar kuantitas, tetapi lebih
dititikberatkan kepada hubungan pola, bentuk, struktur, fakta, operasi
dan prinsip. Sasaran kuantitas tidak banyak artinya dalam matematika.
Hal ini berarti bahwa matematika itu berkenaan dengan gagasan yang
berstruktur yang hubungan-hubungannya diatur secara logis, di mana
konsep-konsepnya abstrak dan penalarannya deduktif.
4
KARAKTERISTIK PESERTA DIDIK
Pengertian Karakteristik Peserta Didik
Karakteristik berasal dari kata karakter yang berarti tabiat watak,
pembawaan, atau kebiasaan yang di miliki oleh individu yang relatif tetap
(Dahlan, 1994). Karakteristik adalah mengacu kepada karakter dan gaya
hidup seseorang serta nilai-nilai yang berkembang secara teratur sehingga
tingkah laku menjadi lebih konsisten dan mudah di perhatikan.(Usman,1989)
Siswa atau anak didik adalah setiap orang yang menerima pengaruh dari
seseorang atau sekelompok orang yang menjalankan pendidikan. Anak didik
adalah unsur penting dalam kegiatan interaksi edukatif karena sebagai pokok
persoalan dalam semua aktifitas pembelajaran (Djamarah, 2000)
Keseluruhan pola kelakuan dan kemampuan yang ada pada siswa
sebagai hasil dari pembawaan dari lingkungan sosialnya sehingga
menentukan pola aktivitas dalam meraih cita-citanya (Sudirman,1990).
Karakteristik siswa adalah aspek-aspek atau kualitas perseorangan siswa
yang terdiri dari minat, sikap, motivasi belajar, gaya belajar kemampuan
berfikir, dan kemampuan awal yang dimiliki (Uno, 2007).
Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa karakteristik peserta
didik mencakup keseluruhan pola tingkah laku, aspek-aspek atau
kualitas yang terdiri dari minat, sikap, motivasi belajar, gaya belajar dan
kemampuan berpikir sebagai hasil pembawaan dan dari lingkungan
sosialnya sehingga menentukan pola aktifitas pembelajaran.
Kalasifikasi Karakteristik Peserta Didik
Pribadi dan lingkungan : Umur, Jenis kelamin, Keadaan ekonomi orang
tua, Kemampuan pra sekolah, Lingkungan tempat tinggal
Psikis : Tingkat Kecerdasan, Perkembangan jiwa anak, Modalitas belajar,
Motivasi, Bakat dan minat.
5
Kalasifikasi Karakteristik Peserta Didik Berdasarkan Potensi
Aliran yang berkaitan dengan potensi manusia menerima pendidikan :
1. Nativisme, Arthur Schopenhour dari Jerman (1788-1860) anak yang
baru lahir membawa bakat kesanggupan dan sifat-sifat tertentu.
2. Empirisme, manusia itu dalam perkembangan pribadinya semata-mata
ditentukan oleh dunia di luar dirinya. John Locke (1632-1704) dari Inggris
dengan teorinya “Tabula Rasa”.
3. Konvergensi, William Stern (1871-1938), yang mengatakan :
“kemungkinan-kemungkinan yang dibawa lahir itu adalah petunjukpetunjuk
nasib dengan ruangan permainan. Dalam ruangan permainan
itulah letaknya pendidikan dalam arti seluas-luasnya
Manfaat Analisis Karakteristik Peserta Didik
1. Guru dapat memperoleh tentang kemampuan awal siswa sebagai
landasan dalam memberikan materi baru dan lanjutan
2. Guru dapat mengatahui tentang luas dan jenis pengalaman belajar
siswa, hal ini berpengaruh terhadap daya serap siswa terhadap materi
baru yang akan disampaikan
3. Guru dapat mengetahui latar belakang sosial dan keluarga siswa.
Meliputi tingkat pendidikan orang tua, sosial ekonomi, emosional dan
mental sehingga guru dapat menajjikan bahan serta metode lebih serasi
dan efisien
4. Guru dapat Mengetahui tingkat pertumbuhan dan perkembangan dan
aspirasi dan kebutuhan siswa
5. Mengetahui tingkat penguasaan yang telah di peroleh siswa sebelumnya
6
BELAJAR AKTIF
Umumnya, proses pembelajaran dimaknai sebagai guru menjelaskan
materi dan siswa mendengarkan secara pasif. Akan tetapi, kenyataan
menunjukkan bahwa kualitas proses pembelajaran akan meningkat jika
siswa (peserta proses pembelajaran) diberikan kesempatan yang luas untuk
bertanya, berdiskusi, dan menggunakan secara aktif pengetahuan dan
keterampilannya. Dengan kata lain, perluasan pengakomodasian potensi
aktif siswa akan membuat materi pembelajaran dapat dipahami dan dikuasai
secara lebih baik.
Pembelajaran aktif adalah segala bentuk pembelajaran yang
memungkinkan siswa berperan secara aktif dalam proses pembelajaran itu
sendiri baik dalam bentuk interaksi antar siswa maupun siswa dengan guru
dalam proses pembelajaran tersebut.
Menurut Bonwell (1995), pembelajaran aktif memiliki karakteristik
sebagai berikut: (1) Penekanan proses pembelajaran bukan pada
penyampaian informasi oleh guru melainkan pada pengembangan
ketrampilan pemikiran analitis dan kritis terhadap topik atau permasalahan
yang dibahas; (2) Siswa tidak hanya mendengarkan materi pelajaran secara
pasif tetapi mengerjakan sesuatu yang berkaitan dengan materi; (3)
Penekanan pada eksplorasi nilai-nilai dan sikap-sikap berkenaan dengan
materi pelajaran; (4) Siswa lebih banyak dituntut untuk berpikir kritis,
menganalisa dan melakukan evaluasi; dan (5) Umpan-balik yang lebih cepat
akan terjadi pada proses pembelajaran.
Suatu proses pembelajaran aktif memungkinkan diperolehnya
beberapa hal. Pertama, interaksi yang berkembang selama proses
pembelajaran akan bermuara pada hal-hal yang positif dengan konsolidasi
pengetahuan yang dipelajari hanya dapat diperoleh secara bersama-sama
melalui eksplorasi aktif dalam belajar. Kedua, setiap individu harus terlibat
aktif dalam proses pembelajaran dan guru harus dapat mendapatkan
penilaian untuk setiap siswa sehingga terjadi peningkatan kualitas individu.
Ketiga, proses pembelajaran aktif ini agar dapat berjalan dengan efektif
7
diperlukan tingkat kerjasama yang tinggi sejalan dengan kecerdasan
emosional dan sosial (EQ dan SQ). Dengan demikian kualitas pembelajaran
dapat ditingkatkan sehingga penguasaan materi juga meningkat.
Salah satu metode yang menunjang dan berakar pada kegiatan
pembelajaran aktif adalah Belajar Aktif. (Karjawati, 1995) menyatakan bahwa
Belajar Aktif adalah metode di mana guru mengajak siswa belajar di luar
kelas untuk melihat peristiwa langsung di lapangan dengan tujuan untuk
mengakrabkan siswa dengan lingkungannya. Melalui Belajar Aktif lingkungan
di luar sekolah dapat digunakan sebagai sumber belajar. Peran guru disini
adalah sebagai motivator, artinya guru sebagai pemandu agar siswa belajar
secara aktif, kreatif dan akrab dengan lingkungaan. Belajar Aktif pada proses
pembelajaran menjadi sarana memupuk kreatifitas inisiatif kemandirian,
kerjasama atau gotong royong dan meningkatkan minat pada kegiatan
pembelajaran.
Apabila sebuah kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan Belajar
Aktif ingin mencapai tujuan, maka sebaiknya memperhatikan beberapa faktor
sebagai berikut:
Pertama, kebermaknaan. Pemahaman akan meningkat bila informasi
baru dengan gagasan dan pengetahuan yang telah dikuasai oleh murid.
Khususnya, istilah dan konsep sering sulit dipahami. Pemahaman tersebut
perlu digali melalui pengalaman siswa itu sendiri. Artinya, materi
pembelajaran akan terasa bermakna bagi siswa ketika siswa menemukan
korelasi langsung dengan lingkungannya.
Kedua, penguatan. terdiri atas pengulangan oleh guru dan latihan oleh
siswa. Pengulangan tersebut dan latihan dapat menanggulangi proses lupa.
Dalam Belajar Aktif, penguatan merupakan elemen yang harus diperhatikan.
Ketiga, umpan balik. Kegiatan belajar akan efektif bila siswa menerima
dengan cepat tentang hasil-hasil tugas belajar tersebut. Umpan balik
sederhana, misalnya koreksi jawaban siswa atas pertanyaan guru selama
pelajaran berlangsung, atau koreksi pekerjaan siswa.
Penerapan belajar aktif didasarkan pada 3 hal : karakteristik anak
(sifat ingin tahu dan imajinasi), hakikat belajar (proses menemukan dan
8
membangun sendiri makna/pengertian dari suatu informasi/pengalaman
berdasarkan persepsi, pikiran dan perasaaan) dan karakteristik lulusan
yang dikehendaki. Karakteristik lulusan yang dikehendaki adalah yang peka
(berpikiran tajam, kritis, tanggap terhadap pikiran dan perasaan orang
lain), mandiri (berani dan mampu bertindak tanpa selalu tergantung pada
orang lain, kreatif) dan bertanggung jawab (siap menerima akibat dari
keputusan dan tindakan yang diambil).
Suasana belajar aktif adalah suasana belajar-mengajar yang membuat
siswa dapat melakukan : pengalaman, interaksi, komunikasi dan refleksi.
Pengalaman langsung mengaktifkan lebih banyak indera daripada sekedar
mendengarkan penjelasan guru; dan kualitas belajarnya akan meningkat
dengan adanya interaksi dengan orang lain melalui diskusi, saling bertanya
dan saling menjelaskan. Pemahaman yang telah diperoleh akan semakin
mantap ketika siswa mengungkapkan pikiran dan perasaannya, baik secara
lisan maupun tertulis (komunikasi). Akhirnya ketika gagasan yang
dikemukakan mendapat tanggapan dari orang lain, siswa yang bersangkutan
akan merenungkan kembali gagasannya tadi (refleksi) yang kemudian akan
memperbaiki atau memperkuat gagasannya. Refleksi dapat dipicu melalui
interaksi dan komunikasi, antara lain berupa umpan balik dalam bentuk
pertanyaan yang menantang dari gurunya.
9
STRATEGI PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Pada hakekatnya belajar matematika adalah berfikir dan berbuat atau
mengerjakan matematika. Di sinilah makna dari strategi pembelajaran
matematika adalah strategi pembelajaran aktif yang di tandai oleh faktor.
1. Interaksi antara seluruh komponen dalam proses belajar mengajar, di
antaranya antara dua komponen utama yaitu guru dan siswa
2. Berfungsinya secara optimal yang meliputi indra , emosi, karsa, karya,
dan nalar. Hal itu dapat berlangsung antara lain jika proses itu
melibatkan aspek visual, audio, maupun teks ( Anderson, 1981 ).
Dua hal penting yang merupakan bagian dari tujuan pembelajaran
matematika adalah pembentukan sifat yaitu pola berpikir kritis dan kreatif.
Dalam proses pembelajaran perlu memperhatikan daya imajinasi dan rasa
ingin tahu dari peserta didik. Peserta didik harus dibiasakan bertanya dan
berpendapat sehingga proses pembelajaran matematika lebih bermakna.
Dalam pemilihan strategi pembelajaran matematika, harus melibatkan
siswa aktif dalam belajar baik secara mental, fisik maupun sosial. Peserta
didik dibawa ke arah mengamati, menebak, berbuat, mencoba, maupun
menjawab pertanyaan mengapa dan kalau mungkin mendebat. Prinsip
belajar aktif inilah yang diharapkan dapat menumbuhkan sasaran
pembelajaran matematika yang kreatif dan kritis.
Penerapan strategi pembelajaran matematika harus bertumpu pada
optimalisasi interaksi semua unsur pembelajaran dan optimalisasi
keterlibatan seluruh indra siswa. Penyampaian bahan ajar perlu beragam,
tidak harus terus-menerus dilaksanakan di dalam kelas, tetapi sesekali
pelaksanaan pembelajaran matematika dapat dilakukan di luar kelas.
Demi peningkatan optimalisasi interaksi dalam pembelajaran
matematika, untuk pokok bahasan/sub pokok bahasan tertentu mungkin
dapat dengan pendekatan penemuan, pemecahan masalah atau
penyelidikan. Demikian pula dengan soal-soal untuk balikan atau tugas dapat
berupa soal yang mengarah pada jawaban lebih dari satu cara untuk
menyelesaikannya, dan memungkinkan peserta didik untuk mencoba dengan
10
berbagai cara sepanjang cara tersebut benar, atau permasalahan openended.
Penekanan pembelajaran matematika tidak hanya pada melatih
keterampilan dan hafal fakta, tetapi pada pemahaman konsep. Tidak hanya
kepada “bagaimana” suatu soal harus diselesaikan, tetapi juga pada
“mengapa” soal tersebut diselesaikan dengan cara tertentu.
Categories:

0 comments:

Post a Comment

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!